Minggu, 10 Oktober 2010

Hidup untuk Key, Cinta untuk Han, Nyawa untuk Sha

Dia Letisha Isyana Zivara, panggil aja Sha. Ini kisah nyata kehidupannya, kisah cinta antara Tisha, Keyla, dan Farhan.
Begini kisahnya padaku.

“Keyla, sahabatku. Dia teman sebangkuku saat aku pertama kali duduk di kelas XI IPA, maklum aku pindahan dari Bandung. Aku dan Keyla udah seperti saudara sendiri. Kemana-mana kami selau berdua, sampai aku tau Key menderita gagal ginjal. Semua baik-baik saja, sampai akhirnya aku dan Key bertemu sama Farhan.

Aku, Key dan Farhan udah sahabatan sejak kelas 3 SMA sampai sekarang kami ngambil jurusan yang sama, jurusan Hukum di salah satu universitas di Jakarta. Ternyata, selama bertahun-tahun Han menyimpan rasa padaku. Namun itu semua merupakan awal dari semua kisah ini.


“Sha, tau nggak lu, Han ganteng juga ya lama-lama, hehehe…”, Key tertawa. Aku kaget dan bagai disambar petir, bagaimana tidak, aku tau Han suka sama aku dan aku yakin itu bakal bikin Key kecewa dan aku nggak mau itu terjadi. “Oh, hahaha! Gue yakin Han juga suka sama lu”. Sepulang dari rumah Key, aku langsung menuju rumah Han. Aku paksa Han buat nembak Key secepatnya. “Sha, lu kan tau gue sukanya sama lu, bukan sama Key. Sekarang lu paksa gue buat nembak Key. Gue nggak bisa Sha”, Han nggak setuju sama permintaanku, menurutnya itu berat. “Ayolah Han, demi gue ya, please. Kalau lu sayang sama gue, lu harus bisa ngelakuin ini, seberat apapun Han. Demi gue!”, aku tetap membujuk Han. Karena Han tetap nggak mau, akhirnya aku menceritakan semua yang selama ini aku dan Key rahasiain dari dia, penyakit Key. Dan akhirnya Han mau dan janji sama gue secepatnya dia akan nembak Key, demi gue.
Dua hari setelah kejadian itu, Key dan Han jadian seperti yang aku minta ke Han. Walau sebenarnya aku juga suka sama Han, tapi aku tetap berusaha senang kalau mereka jadian. Semakin hari, Han terlihat semakin bisa menerima Key di hatinya, walau pun saat mereka bertemu denganku, Han terlihat bimbang antara aku dan Key.

“Sha jalan yuk. Kemana aja yang lu mau, gue mau deh”, Han mengajakku jalan. Belum sempat aku menjawab, “Han, anterin aku ke dokter ya. Aku ada jadwal check up”, Key datang dengan wajah cantiknya yang pucat dan sedikit takut jika Han menolak. Nampak dari wajah Han dia ingin menolak, secepat kilat aku memaksa Han untuk menemani Key, dengan alasan aku sudah ada janji dengan Hanif yang memang saat itu aku paksa menemaniku dan dia bersedia. Dengan berat hati, lagi dan lagi Han mengikuti keinginanku. Saat aku dan Hanif sedang jalan, Hanif nyatain cinta padaku dan aku terima agar Han mengurungkan niatnya untuk mengakhiri hubungan dengan Key. Namun saat itu juga handphoneku bunyi dan itu Han. Awalnya aku tak ingin mengangkatnya, tapi aku kepikiran sesuatu terjadi pada Key. Dan benar saja, ternyata saat check up Key jatuh pingsan dan koma. Aku dan Hanif segera ke sana. Ternyata Han dan Key berantem di jalan saat mereka akan ke dokter, Han terus diam dan tak menanggapi Key selama di perjalanan sehingga membuat Key menangis karena sadar bahwa Han begini karena bosan padanya yang tak bisa diajak jalan dan nonton seperti cewek-cewek lain, karena Key menangis, Han tak sanggup dan memarahi Key agar tak berbicara seperti itu lagi, Namun Key menanggapi salah, Key beranggapan bahwa Han sudah tak menyayanginya lagi. Dan terlontar dari bibir Han bahwa Han terpaksa menyayangi Key dan itu membuat Key kepikiran dan koma.

3 hari dan beberapa hari setelah itu, Key masih koma dan Belum ada perkembangan berarti dari keadaan Key. Aku dan Hanif mencoba menghibur tante Ve, mama Key. Selama Key koma, tante Ve banyak bercerita padaku. Ternyata Key cerita kalau dia tau Han terpaksa menjadi pacar Key dan dia tau Han suka padaku dan sebaliknya, Key bilang pada tante Ve kalau nanti dia sudah nggak ada dia ingin Han memilikiku selamanya demi persahabatan kita, Key Cuma pengen Han meyayangi dia apa adanya di akhir hidupnya, karena dia melihat sosok alm. om Doni, papa Key yang meninggal karena gagal ginjal seperti yang dideritanya. Aku nggak sanggup menahan air mata di depan tante Ve, begitu berarti persahabatan di mata Key. Aku bisa merasakan perasaan Key saat mengetahui orang yang dia sayangi, Han menyukai sahabatnya sendiri.

Hari demi hari, Key belum juga sadar, suatu malam aku berniat menjaga Key di rumah sakit karena tante Ve harus ke luar kota untuk mencari pendonor ginjal bagi Key. Malam itu aku sendiri karena Han ada acara keluarga di luar kota dan Hanif ada tugas workshop di luar kota dan baru akan pulang nanti tengah malam, rencananya dia akan ke sini menemaniku. Tak beberapa lama aku menunggui Key, aku tertidur. Aku bermimpi, dalam mimpiku Key bilang padaku kalau umurnya tak lama, maka dia ingin menyerahkan Han padaku. Dia meminta maaf padaku karena dia telah menggagalkan usaha Han membuat aku menjadi pacarnya. Dia ingin beristirahat sejenak, melepas kepenatannya dan dia akan bangun sebentar sebelum ia meninggalkan dunia, aku bilang padanya agar jangan pergi, aku berniat mendonorkan ginjalku untuk Key agar Key tetap hidup untukku. Aku bilang padanya bahwa Han, tante Ve, aku dan Hanif khawatir padanya, namun itu kata-kata terakhirku saat Key bilang semua akan berakhir demi persahabatan kita, dan aku terbangun. Di depanku, tante Ve, Hanif dan Han menatapku dan bertanya aku kenapa. Aku berlari keluar dan segera menuju laboratorium untuk memeriksakan ginjalku agar bisa aku donorkan pada Key. Dokter mengijinkan pendonoran ini dan aku diharapkan beristirahat sejenak agar besok pagi ginjalku bisa aku serahkan seutuhnya pada Key.

Keesokan harinya, Key belum juga sadar, sebelum aku dimasukkan ke ruang operasi, aku masuk ke ruangan Key sendirian, aku berbisik pada Key, aku bilang padanya bahwa aku akan mendonorkan ginjalku, tapi pendonoran tak bisa dilakukan jika Key tak sadar juga, aku berharap dengan bisikanku tadi Key bisa mendengar. Dan keajaiban terjadi, Key sadar dan cukup tenang untuk melakukan pendonoran ini. Aku dan Key dibawa masuk ke dalam ruang operasi. Key terus saja memegang erat tanganku dan Key tau aku menemaninya bukan mendonorkan. Aku yakinkan dia kalau semua akan baik-baik saja. Lalu pintu ruang operasi ditutup yang berarti pendonoran akan segera dilakukan. Lampu dimatikan dan lampu operasi dinyalakan, aku menghela napas panjang dan aku disuntik agar tak terasa apapun dan agar aku tenang atau tertidur.

1 jam operasi pendonoran berlangsung. Aku tak merasakan apapun. Saat-saat terakhir operasi, aku menatap wajah Key yang belum sadar tapi sudah disuntik agar dia tak phobia dan lupa yang terjadi tadi. Operasi selesai, aku dan Key dibawa ke ruangan pemulihan. Aku merasa sakit karena saat ini aku masih belum pulih benar. Aku pegang perutku dan aku merasa ikhlas memberi ginjalku pada Key. Tante Ve masuk, “Sha, makasih ya sayang. Tante nggak tau apa yang bakalan terjadi sama Key kalau kamu nggak ada. Makasih banyak ya sayang”, aku menatap Key yang belum sadar, aku melihat diriku di diri Key. Tak terasa aku menitikan air mata, aku berpaling dari Key, karena saat itu pula Key tersadar.

Sudah empat hari sejak operasi itu aku tak melihat Key. Aku mencoba menghubungi Tante Ve, namun tak ada jawaban. Aku masih belum bisa kuliah sejak operasi itu, tanpa sepengetahuan ibuku, aku pergi ke kampus. Setibanya di kampus, aku menemui teman-temanku dan menanyakan Key. “Key masuk kok Sha, malah dia kelihatan sehat banget. Dia biasanya jam segini di kantin sama Han”, aku heran pada Key, kenapa dai nggak mau angkat teleponku atau balas smsku, entah apa alasan Key menghindariku. “Key lu kemana aja? Gue coba telepon lu, sms lu, tapi lu nggak pernah angkat atau bales. Kenapa sih lu?”. “Lu yang kemana aja Sha. Lu tau nggak, gue abis operasi, dan lu nggak ada di samping gue, ngedampingin gue! Lu harus tau Sha, bentar lagi gue bakal pindah ke Belanda, tempat kakek gue. Gue musti ninggalin Jakarta, demi apa, demi ngelupain masa lalu kita. Asal lu tau juga, gue pindah ke Belanda juga karena nyokap gue udah pergi, pergi untuk selamanya. Dan lu nggak tau kan? Itu semua karena lu Sha! Gue benci sama lu!”, Key pergi meninggalkan tempat duduknya. Gue nangis dan nggak tau harus ngejar Key atau nggak. “Han, lu nggak tau kan, ginjal di tubuh Key adalah ginjal gue! Dan gue ada di samping Key saat operasi berlangsung. Tante Ve udah janji sama gue bakal bilang ke Key tentang ini, tapi tante Ve udah nggak ada! Han gue musti gimana dong?”, Han hanya geleng-geleng. Semua juru kunci dari permasalahan ini adalah tante Ve, tapi aku nggak tau caranya.

Semenjak hari itu, keadaanku memburuk. Aku sudah 3 kali keluar masuk rumah sakit. Kata dokter, jantungku mulai rusak dan beberapa pembuluh darahku mulai membengkak. Lama-kelamaan aku sering lupa dan sering pendarahan seperti mimisan, padahal aku tak kecapaian, aku saja tak masuk kampus dan vacum dari duniaku. Aku berharap Han menceritakan semua pada Key agar dia mau mengerti dan memaafkanku. Tapi belum ada perkembangan berarti. Ibu harus berhenti bekerja demi menjagaku, maklum ibu bekerja membanting tulang sejak ayah meninggal untuk menyekolahkan kedua adikku dan membantu aku membayar kuliah serta untuk makan dan kehidupan sehari-hari.

Seminggu hampir berlalu. Saat itu, panasku tinggi dan aku tak sanggup melakukan apapun. Ibu hampir putus asa karena aku semakin memburuk. Mataku mulai tak jelas melihat sekitar, tangan dan kakiku lemas tak dapat digerakkan. Key, Han, dan Hanif datang untuk melihat keadaanku, dan ternyata sebelumnya Han sudah menceritakan semuanya pada Key. Key menangis di sampingku, memelukku, “Sha, lu gaboleh kayak gini Sha, lu harus kuat. Ayolah Sha, gue minta maaf atas perkataan gue, gue udh tau semuanya. Sha maafin gue, udh ngerebut Han dari lu, udh ngambil separuh nyawa lu, maafin gue Sha”. Han menggenggam tanganku dengan erat, Hanif mengusap kepalaku. Aku menatap wajah Key, Han, dan Hanif. “Key, Han, Hanif, maafin gue ya, gue pengen banget bertahan buat lu semua, tapi gue udah gakuat. Key, jaga Han ya, dia emang lebih pantes ngedampingin lu dibandingkan ngedampingin gue, jaga hubungan lu, buat gue. Han, jaga Key demi persahabatan kita, inget Han, gue akan selalu mantau lu dan Key dari sana. Hanif, maafin aku ya, aku belum bisa ngasih apa apa buat kamu, aku Cuma mau minta tolong satu hal sama kamu, jagain ibu ya, ibu hartaku satusatunya yang paling berharga, jangan kecewain ibu. Dan ibu, maafin kak Sha ya bu, kakak blum bisa ngasih apa apa buat ibu, Tiara, dan Raka, kakak gabisa bahagiain ibu dan sekarang kakak harus pergi bu, jaga diri ya bu, kakak selalu sayang sm ibu, sm Tiara dan Raka, sm Key, Han, dan Hanif...” kata terakhir yang Sha ucapkan, sebelum dia menghembuskan nafas terkhir.

Sha sudah tiada, kini hanya semangat yang ditinggalkannya, hanya senyumannya yang selalu terukir semasa hidupnya. Key bertunangan dengan Han dan membatalkan pindah ke Belanda, karena alm.Sha dan Han. Hanif menikah dengan adik pertama Sha, Tiara, dan menjaga amanah Sha untuk selalu setia menjaga ibu dan adik-adik Sha. Kini hanya photo, piala hasil jerih payah Sha, beberapa benda di rumah yang memiliki kenangan terindah bagi Sha, dan beberapa karya Sha dibidang seni yang menjadi kenangan bagi ibu, Tiara, Raka, Key, Han, dan Hanif. Semangat Sha dalam menjalani hidup, wlau seberat apapun, walau sesulit apapun, selalu mengalir di hari-hari mereka. Semoga Sha tenang di alam yang sudah ditempuhnya, di sisi Tuhan, di tempat paling indah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar